Tuesday, May 17, 2011

Cerita Anak

MISTERI SURAT KALENG


Oleh Winarto

SUDAH dua hari ini Anton gelisah. Rasanya ia ingin marah, tapi sekaligus takut dan penasaran. Penyebabnya adalah adanya beberapa surat kaleng yang dua hari terakhir ia terima. Surat kaleng atau surat yang tidak diketahui nama dan alamat pengirimnya itu pertamakali ia lihat di kotak surat depan rumah, hari Selasa, sepulang dari sekolah.

Surat dengan jelas ditujukan kepada dirinya, karena pada bagian depan surat tertulis: “Untuk Anton Putera Bima, Jl. Terus Merdeka no 17 RT 08 RW 45 Jakarta”. Namun tidak ada nama dan alamat pengirimnya. Juga tidak ada perangko maupun cap dari kantor pos. Artinya, surat itu diantar langsung oleh pengirimnya dan dimasukkan ke kotak surat di depan rumah Anton.

“Tapi, siapa ya?” Anton bertanya-tanya, sangat penasaran.
Selain itu, yang juga membuat penasaran dan gemas adalah isi surat itu yang seolah-olah mengerti apa yang telah diperbuat Anton di sekolah. Sehingga Anton sempat berprasangka bahwa salah seorang teman sekolahnya yang mengirim surat. Tetapi, siapa? Anton kembali menimbang-nimbang. Selama ini tidak ada teman Anton yang mengetahui rumahnya. Anton memang tidak pernah mempunyai teman akrab di sekolah, karena sikapnya yang nakal, suka berbuat onar, sehingga dijauhi teman-temanya.

Isi surat itu membuat Anton kesal. Surat pertama yang diterimanya, hari Selasa, berisi beberapa baris:
“Anton!!! Kenapa kau nakal sekali. Kemarin kau tidak mengerjakan PR kan? Makanya dihukum bu Guru, berdiri di depan kelas. Tapi kau tak kapok juga, malah waktu istirahat kau dorong Sinta hingga jatuh. Kau juga merebut roti Andre, anak baru itu. Hari ini apa lagi yang kau lakukan?”
Begitu bunyi surat yang pertama yang membuat Anton geram. Siapa penulis surat ini? Ia terus bertanya-tanya.

Hari berikutnya, Rabu, surat kedua tiba. Demikian isinya: “Nah, Anton. Lagi-lagi kau berbuat nakal. Kau berkelahi dengan Jaka kan? Bukankah Jaka anak yang baik dan pintar, kenapa kau tantang dia berkelahi? Untung kau tidak dikeroyok teman-teman Jaka. Kau juga berbohong pada orang tuamu. Kau bilang luka di dahimu akibat terjatuh, padahal karena terkena pukulan Jaka. Kau tidak tau, Jaka itu belajar silat darti bapaknya. Bapaknya pendekar. Untung kau tidak terus dipukuli. Jadi kau sudah berbuat dua kesalahan, pertama berkelahi dan kedua berbohong pada orang tuamu. Itu dosa besar!!”

Kali ini Anton mulai meras takut. Dia sangat gelisah, sepanjang hari itu sepulang sekolah Anton lebih banyak diam. Pada saat diam itulah Anton mulai teringat pada PR Matematikanya yang belum dikerjakan. Maka, ia mencoba mengerjakan PR-nya. Selama beberapa jam akhirnya PR-nya selesai. Anton pun merasa sedikit lega.

“Ternyata asyik juga ya mengerjakan tugas sekolah,” guman Anton sendiri. Memang, semua tergantung niatnya. Selama ini Anton malas mengerjakan tugas-tugas dari sekolah. Ia lebih suka bermain playstation atau layang-layang. Padahal sebenarnya Anton anak yang cerdas, tapi karena malas belajar nilai-nilai di sekolahnya kurang bagus.

Usai mengerjakan PR, Anton beristirahat sejenak, kemudian mengajak bermain adiknya, Nina yang masih duduk di bangku TK. Selama ini Anton jarang mengajak main adiknya. Kalaupun mengajak bermain, ia lebih suka menggodanya hingga menangis. “Anton, kau kan sudah besar, sudah kelas empat SD, mestinya bisa menjaga adikmu,” demikian ibunya sering menasehati. Tapi, tetap saja Anton tidak berubah.

Namun kali ini Anton tampak begitu baik pada Nina. Sebenarnya, ia memang anak yang baik. Hanya kadang-kadang ia merasa kesal karena bapak dan ibunya jarang di rumah. Ia dan adiknya hanya ditemani pembantu.

“Bapak dan Ibu harus bekerja agar bisa mencukupi kebutuhan kalian,” kata bapak Anton suatu saat.
“Anton kan sudah besar, jangan manja, harus bisa mandiri. Jangan terus bergantung pada bapak dan ibu, belajar tidak perlu disuruh-suruh, bangun pagi, dan mandi sendiri,” kata ibu Anton menimpali.
Anton kini teringat kata-kata dan nasehat oang tuanya itu. Maka, meski awalnya merasa geram, kini Anton justru merasa bersyukur telah menerima surat kaleng. Berkat surat-surat itu ia jadi sadar bahwa perbuatannya selama ini sering membuat jengkel teman-teman dan gurunya di sekolah, juga orang tua dan adiknya di rumah. 

Setelah menyadari hal itu Anton pun mulai merasa tenang. Sekitar pukul sembilan malam, ia masuk kamarnya setelah sempat bercengkerama bersama kedua orang tua dan adiknya. Dalam sekejab iapun tertidur lelap. Untuk sementara ia bisa melupakan misteri surat kaleng itu.

                                                                  ***

Kamis pagi, Anton bangun tidur dalam keadaan segar. Segera ia mandi, berganti baju, sarapan dan segera meluncur ke sekolah. Di sekolah Anton berusaha bersikap baik. Ia meminta maaf pada Jaka, juga pada Andre, dan Shinta. Perubahan sikap Anton pun disambut baik-baik teman-temannya. Shinta bahkan tidak keberatan Anton duduk di sebelahnya. Pada waktu istirahat mereka bermain bersama. “Ah senangnya punya teman-teman yang baik,” Anton mulai menyadari kekeliruan sikapnya selama ini yang sering membuat teman-temannya membencinya.

Sepulang dari sekolah, Anton sempat berdebar jantungnya saat melihat kotak surat di depan rumah. Ternyata, kotak surat kosong. Syukurlah, ia merasa lega.

                                                                   ***

Selama beberapa hari Anton terus berusaha menjaga sikapnya, baik di sekolah maupun di rumah. Ia kini benar-benar merasa nyaman dan senang. Namun sekitar seminggu kemudian, ia sangat terkejut. Sepulang dari sekolah, kembali dilihatnya sepucuk surat di kotak surat. Surat itu kembali ditujukan kepadanya. Hati Antonpun berdesir.
 “Apa yang telah kuperbuat sehingga menerima surat kaleng lagi? Apa kesalahanku?”
Maka dengan segera ia ambil surat itu dan dibawanya ke kamar. Dengan hati berdebar ia buka surat itu. “Anton,” demikan ia mulai membaca. 
 “Selamat ya..., kau sudah mulai berubah. Sikapnmu dalam beberapa hari ini cukup baik. Bagaimana rasanya menjadi anak baik? Sekarang kau mulai punya banyak teman kan? Nah, atas perubahan sikapmu itu akan ada hadiah menarik buatmu. Tunggu saja nanti...”. Ahh, Anton merasa lega. Tapi ia mulai penasaran lagi. Hadiah menarik? Anton merasa saat inipun dia sudah mendapat hadiah sangat berarti yaitu teman-teman yang senantiasa bersikap baik padanya.

                                                                  ***

Beberapa hari berlalu. Sampai pada suatu hari, sepulang dari sekolah Anton merasa sangat kaget. Ia melihat bapak dan ibunya di rumah. Bukankah mereka seharusnya bekerja di kantor? Tanya Anton dalam hati. Ia melihat kedua orang tuanya tersenyum menyambutnya ramah. Demikian pula adiknya, Nina, tampak ceria menyerbunya. “Kakaak!!!” teriak Nina.
Anton semakin kaget melihat ruang tamu rumahnya dipenuhi hiasan seperti akan ada pesta. Tiba-tiba bapak dan ibunya datang dan memeluknya. “Sayang, selamat ulang tahun ya,” kata mereka bersamaan.
Anton baru ingat, hari ini adalah hari ulang tahunnya ke sepuluh. Ternyata bapak dan ibunya mengingat dan memperhatikannya. Anton benar-benar terharu. Serta merta dipeluknya ibunya erat-erat. Dan pada saat itulah ia teringat sesuatu. Apa ya? Ah, surat-surat itu!!! Anton pun berlari ke kamar, mengambil surat-surat kaleng dari almari bukunya. Ia cium surat-surat itu, dan aroma surat-surat itu seperti aroma parfum ibunya.

“Jadi, si pengirim surat ini ibu?” Anton bergumam lirih. Ibunya di belakangnya tersenyum mengiyakan. Anton kembali memeluk ibunya. Ia merasa ibunya sangat bijaksana. Meski sebenarnya mengetahui kenakalan Anton di sekolah, ibu dan bapaknya tidak langsung marah padanya. Ibunya memilih mengirim surat untuk menyadarkannya. Anton kini menjadi tambah hormat kepada orang tuanya.
Hari itu, ulang tahun Anton dirayakan cukup meriah. Sejumlah teman sekolahnya datang atas undangan orang tuanya. Anton merasa mendapat hadiah terbesar dalam hidupnya.

SELESAI

No comments:

Post a Comment